Indonesia Terserah !!! Kota Bima Terserah ???

Posted in Advocacy, Community, COVID-19, Health, Kebudayaan, Kerja Kolektif, LawanCOVID19, Lepas, Living, Physical Distancing, Social Distancing, SOLUD NTB, Stay at Home, Uncategorized on 1 Juni 2020 by ompundaru

Belum ada jeda satu minggu Ketika kami menanyakan tentang Progress dan Tindak Lanjut dari Penerapan PSBK di Kota Bima sesuai Peraturan Walikota No. 24 tahun 2020 melalui release dibeberapa media dengan release “PSBK Kota Bima Sudah Lewat Empat Hari, Masih Berlakukah ? (Bimakini.com, 29 Mei 2020), “Penerapan PSBK Kota Bima Sudah Lewat, Pemkot Belum Ada Sikap” (Kahaba.net, 29 Mei 2020), “Lampaunya PSBK, Sikap Pemkot Dipertanyakan Kota Bima” (koranstabilitas.com, 29 Mei 2020). Setelah itu langsung direspon Kabag. Humas Kota Bima sekaligus sebagai Juru Bicara Tim Gugus Tugas COVID-19 Kota Bima melalui releasnya, “PSBK Berlaku Sampai Perwali Dicabut, Bukan 14 Hari” (bimakini.com, 29 Mei 2020), yang berisi tentang Penegasan Penerapan PSBK adalah sampai Perwali Kota Bima No. 24 tahun 2020 yang direvisi dan diperbarui melalui Perwali No. 28 tahun 2020 DICABUT. “Artinya Penerapan PSBK berlaku sampai Perwali dicabut, bukan hitungan hari”, disampaikan Kabag. Humas pada Bimakini.com, Jum’at, 29 Mei 2020.

Beberapa perubahan dalam Perwali No. 24 tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berbasis Kelurahan (PSBK) dalam penanganan COVID-19 di Kota Bima (Berita Daerah Kota Bima Tahun 2020 Nomor 571) :

  1. Ketentuan pasal 5 ayat (3) huruf b diubah sehingga berbunyi : “Selama pemberlakuan PSBK, setiap orang wajib menggunakan masker dalam segala aktivitas dan menjaga jarak (physical distancing) paling sedikit dalam rentang 1 (satu) meter pada saat di luar rumah”.
  2. Ada penambahan 2 (dua) ayat baru pada pasal 5, yaitu ayat (8) dan ayat (9).
  3. Ketentuan Bagian Kedua dan pasal 6 diubah.
  4. Pada pasal 9 ditambah satu ayat baru yaitu ayat (3) yang berbunyi :”Khusus untuk warung dan/atau pedagang makanan pinggir jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a angka 3 diperbolehkan berjualan sampai dengan jam 24.00 dengan ketentuan tetap menggunakan protap covid-19.
  5. Ketentuan pasal 21 diubah sehingga berbunyi : “Selain penerapan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, Penegak hukum dapat menerapkan sanksi berdasarkan kewenangannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  6. Evaluasi PSBK, kota bima terjadi skala penurunan yang mana hari ini tidak ada peningkatan signifikan bahwa fakta empirik kita nol yang terpapar karena ada warga di Lombok Timur yang terindikasi Positif, PDP masih nol. Ini juga yang menjadi pertimbangan kita untuk revisi untuk mempertimbangkan aktivitas peribadatan dengan mengedepankan protap covid-19.

(Portal.bimakota.go.id – Minggu, 17 Mei 2020).

Sedangkan pada Pasal 12 (TIDAK ADA PERUBAHAN) yang memuat :

  1. Ayat (1) Penghentian Kegiatan Sosial dan Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), dikecualikan untuk kegiatan : a. Khitanan; b. Pernikahan; c. Pemakaman dan/atau takjiah kematian yang tidak diakibatkan COVID-19.
  2. Ayat (2) Pelaksanaan Kegiatan Khitanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilaksanakan dengan ketentuan …
  3. Ayat (3) Pelaksanaan Kegiatan Pernikahan sebagimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilaksanakan dengan ketentuan :
  4. Dilakukan di KUA dan/atau Kantor Catatan Sipil;
  5. Dihadiri oleh kalangan terbatas, yaitu keluarga inti;
  6. Menggunakan masker;
  7. Meniadakan acara resepsi pernikahan yang mengundang keramaian yang mengakibatkan pengumpulan massa; dan
  8. Menjaga jarak antar pihak yang hadir (physical distancing) paling sedikit dalam rentang 1 (satu) meter.

Kami menyayangkan apa yang dilakukan oleh salah satu wakil rakyat dalam memberikan contoh untuk tidak mengindahkan Pasal 12 ayat (3) dalam Perwali tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berbasis Kelurahan (PSBK) dalam penanganan COVID-19 di Kota Bima. Sebelum kejadian acara pernikahan anak dari salah satu wakil rakyat tersebut, memang beberapa kali kami memantau ada masyarakat yang menyelenggarakan pernikahan keluarganya, tetapi tetap mematuhi perwali tersebut dengan melangsungkan pernikahan di KUA.

Himbauan kami, jangan sampai setiap aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah “Tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas”. Setiap Aturan harus dikenakan sama pada setiap Warga Negara. Ada baiknya dalam evaluasi yang baru-baru ini dilakukan oleh Pemerintah dan Monitoring yang dilakukan oleh Para Wakil Rakyat di tiap-tiap kelurahan perlu melakukan pembahasan dan menyepakati tentang Ketentuan Pasal 12 ayat (3) tentang Ketentuan Kegiatan Pernikahan pada saat Pandemi COVID-19. Karena tidak hanya dari kalangan atas saja yang ingin menikahkan anaknya, banyak masyarakat biasa juga yang menunggu dengan sabar untuk menikahkan anaknya. Jika perlu karena dirasakan mendesak, dilakukan revisi juga Pasal tersebut.

Jangan sampai ada penyataan sikap lagi dari masyarakat : INDONESIA TERSERAH !!! KOTA BIMA JUGA TERSERAH !!!

Kota Bima, 31 Mei 2020

M. Qadafi, Program Koordinator SOLUD NTB.

Foto ku

Perkumpulan Solud NTB Desak Pemerintah Kota Bima Buka Informasi Anggaran COVID-19 dan Data Penerima JPS

Posted in Community, COVID-19, Health, Kebudayaan, Kerja Kolektif, Lepas, Living, Physical Distancing, Sains, Seknas FITRA, Social Distancing, SOLUD NTB, Stay at Home, Uncategorized with tags , , , , , , , , , , on 14 Mei 2020 by ompundaru

Logo Solud Hitam-editTransparansi dan akuntabilitas pengelolaan anggaran penanggulangan bencana non-alam COVID-19 dipertanyakan publik, pasalnya tidak ada keterbukaan atas kebijakan dan pengelolaan anggaran penanggulangan bencana. Pemerintah Kota Bima baru sebatas menyampaikan total anggaran COVID-19 hasil refokusing APBD Kota Bima 2020 yang besarannya berkisar sekitar Rp. 14 M atau 27 M, besaran anggaran inipun informasinya tidak pasti berapa jumlahnya, informasi detailnya (misal, pilihan kebijakan dan kebutuhan anggaran) tidak disampaikan ke publik. Besaran Anggaran untuk BLT atau anggaran JPS juga belum jelas peruntukannya. Termasuk rencana pengalokasian untuk pemulihan ekonomi.

Pemerintah daerah dalam hal penanggulangan bencana ini telah melanggar prinsip transparansi dan akuntabilitas sesuai yang diatur dalam UU No. 24 Tahun 2017 tentang Penanggulangan Bencana. Mestinya pemerintah membuka akses informasi seluas-luasnya untuk membangun partisipasi warga serta menjamin hak masyarakat atas informasi.

Di masa pandemi seperti saat ini, kebutuhan informasi soal kebijakan sangat mendesak untuk meningkatkan kewaspadaan dan keterlibatan warga dalam penanganannya. SOLUD NTB mencatat ada beberapa informasi yang menjadi kebutuhan warga :

  1. Informasi hasil kajian terkait penanganan dan dampak COVID-19;
  2. Informasi terkait kebijakan yang diambil dalam penanganan COVID-19; dan
  3. Informasi kebutuhan anggaran.

Informasi-informasi ini harus disampaikan lengkap kepada publik karena menjadi tanggung jawab pemerintah untuk menyampaikan informasi yang benar.

Solud NTB juga mencatat adanya beberapa kejadian kisruh yang diakibatkan oleh Data Penerima BLT tiap kelurahan, antara lain :

  1. Kasus “Pencekikan” Lurah oleh salah seorang masyarakatnya;
  2. Kasus Demo di Kantor Lurah sehingga menyebabkan kerusakan Kantor Lurah dan Lurah yang mendapatkan perlakuan kasar dari Masyarakatnya.
  3. Warga mendapatkan informasi, jika ada warga yang tidak terakomodir untuk BLT sekarang, nanti akan diakomodir pada tahap ke dua.

Kekisruhan ini semuanya berasal dari Data yang dikirim oleh Pusat ke daerah seperti yang disampaikan oleh Kepala Dinas Sosial Kota Bima.

Solud NTB mencatat juga beberapa Informasi lain :

  1. Ada Surat Himbauan Walikota Bima No. 451/250/10/2020, tentang Himbauan kepada seluruh Pemilik Toko di Kota Bima agar membuat dan memasang Spanduk yang bertema Pencegahan Corona Virus Disease (COVID-19) di depan Tokonya masing-masing mulai Hari Senin 11 Mei 2020. (Tempat mencetak spanduk sudah ditentukan).
  2. Surat Permohonan Bantuan dari salah satu Pemerintah Kelurahan, untuk permohonan Bantuan Logistik (Mie Goreng sebanyak 5 (lima) Doz, Kopi Kapal Api Gula sebanyak 3 (tiga) doz dan Rokok Surya sebanyak 3 (tiga) Pak.
  3. Perwali No. 24 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berbasis Kelurahan Dalam Penanganan Corona Virus Disease (COVID-19) Di Kota Bima, Bab IX Sumber Pendanaan PSBK.
  4. Pembuatan Portal tiap-tiap Kelurahan yang dibuat secara Swadaya.
  5. Pembatasan Sosial Skala Kelurahan (PSBK) pada akhirnya tidak leluasa mengatur hal substansi lain yang terdampak COVID-19, salah satunya sangat penting adalah Pendidikan, karena hal ini sama sekali belum mendapatkan perhatian serius dari Pemerintah Kota.
  6. Pelimpahan beberapa kewenangan kepada Pemerintah Kelurahan di dalam Perwali No. 24 Tahun 2020 akan menjadi permasalahan bagi kelurahan mengingat Pemerintah Kelurahan merupakan OPD yang hanya memiliki Peran Birokratis, sementara dalam situasi pandemic ini lebih dibutuhkan peran-peran politis yang kuat.

Dari berbagai Informasi tersebut, SOLUD NTB merekomendasikan kepada Gugus Tugas untuk segera melakukan beberapa hal berikut:

  1. DPRD Kota Bima melalui Anggotanya membuka Kanal Pengaduan Masyarakat yang bisa diakses dengan mudah oleh masyarakat untuk mengadu dan menyampaikan permasalahannya tentang proses bantuan BLT ataupun JPS.
  2. Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 melakukan konsolidasi seluruh informasi Anggaran Penanganan COVID-19 di wilayah Kota Bima, baik yang bersumber dari APBN, APBD, Dana Kelurahan maupun sumbangan masyarakat atau pihak swasta. Dengan terkonsolidasinya anggaran yang ada maka pemerintah bisa mengukur kapasitas penanganan serta kebijakan-kebijakan yang diambil menjadi lebih tepat dan efektif.
  3. Gugus tugas perlu memikirkan langkah strategis untuk mengefektivkan dan efesiensi penyaluran uang dan barang selama masa tanggap darurat
  4. Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 menyampaikan informasi hasil kajian terkait penanganan dan dampak bencana COVID-19, pilihan kebijakan beserta kebutuhan anggaran penanganannya yang tertuang dalam DPA Perubahan SKPD;
  5. Walikota Bima memerintahkan Kepala Dinas Sosial Kota Bima untuk mengadakan Musyawarah Kelurahan Khusus yang difasilitasi oleh Kelurahan untuk melakukan ferivalid Data sesuai Protap untuk Pemuktakhiran Data dengan menggunakan Data Base RT sebagai Data Pembanding.
  6. Legislatif dan Eksekutif harus duduk Bersama untuk memikirkan dan dan mengambil kebijakan terhadap Potensi Lokal yang dimiliki oleh Kota Bima seperti BIMA TV dan beberapa RADIO LOKAL sebagai penunjang sarana Pendidikan Ketika Anak Sekolah diharuskan untuk belajar di rumah karena diakibatkan diberlakukannya PSBK.
  7. TAPD agar mempublikasikan Perwali tentang APBD 2020 setelah penyesuaian, sebagaimana yang dilaporkan kepada Menteri Keuangan dan Mendagri, beserta Keputusan Pemerintah Pusat, Gubernur dan Perwali/Perda tentang Penerimaan dan besaran bantuan JPS yang disalurkan, dan data IKM yang terlibat dalam pengadaan item barang JPS.

Informasi ini sekurang-kurangnya disampaikan melalui website PPID Kota Bima, untuk mengefektivkan partisipasi dan akuntabilitas publik, sebagaimana diatur dalam UU No. 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.


 

lagi-di-atas-kapalSiaran Pers – SOLUD NTB

Nomor   :    10.SP/Solud-NTB/05/2020

Tanggal  :    14 Mei 2020

Sumber  :    M. Qadafi, Koordinator Program – SOLUD NTB

 

Akuntabilitas dan Transparansi dalam Pencegahan dan Penanganan COVID-19 di Kota Bima.

Posted in Advocacy, Community, COVID-19, Health, Kerja Kolektif, LawanCOVID19, Lepas, Physical Distancing, Seknas FITRA, Selamat Hari kartini, Social Distancing, SOLUD NTB, Stay at Home on 22 April 2020 by ompundaru

Update Covid-19 - NTBSudah hampir 50 hari sejak diterbitkannya Surat Edaran Pertama Walikota Bima tentang Penanganan dan Pencegahan COVID-19 di Kota Bima, Masyarakat belum cukup melihat progress yang berarti dalam Pencegahan dan Penanganan COVID-19 di Kota Bima. Sejauh ini masyarakat hanya mendengar berita bahwa sudah dilakukan pembagian masker, sudah dilakukan penyemprotan, sudah dilakukan penanganan Pasien COVID-19, sudah dialokasikan anggaran 14 M, sudah ditetapkan Jam Malam. Sementara permasalahan yang tetap muncul adalah :

  1. Upaya pencegahan penularan COVID-19 dengan kebijakan-kebijakan yang ada belum dapat dikatakan berhasil menekan laju peningkatan COVID-19;
  2. Perkembangan Kasus COVID-19 terkonfirmasi terus meningkat;
  3. Per 1 April – 20 April, jumlah terjangkit belum menunjukan penurunan, sebaliknya bertambah.
  4. Khusus untuk Kota Bima terupdate per tanggal 21 Apri 2020, 1 orang Positif dan 15 ODP, ini akan berkembang lagi karena pengaruh Kabupaten Bima yang sudah 10 orang Positif, 2 PDP dan 108 ODP. Belum lagi orang-orang yang belum terindentifikasi dan ditracking yang sudah bersentuhan langsung orang-orang yang sudah positif.

Pada satu sisi, Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan COVID-19 : 1) Pemerintah telah menetapkan kedaruratan kesehatan masyarakat COVID-19 (Kepres 11 tahun 2020); 2) Pembentukan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan COVID-19 Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota dan bahkan Desa/Kelurahan; 3) Penanganan kesehatan (penyediaan fasilitas kesehatan Positive dan PDP, Pemantauan warga berdasarkan status ODP); 4) Kebijakan terkait dengan Keuangan Negara untuk COVID-19 baik di Pusat, Provinsi, Daerah/Kota dan sampai Desa/Kelurahan; 5) Kebijakan lainnya yang terkait dengan COVID-19, dalam pertahanan ekonomi nasional.

Salah satu Kebijakan Kota Bima adalah mengalokasikan Anggaran sebesar 14 M, dimana alokasi anggaran ini seharusnya dijelaskan kepada publik, sumber dananya dari mana ? Alokasi 14 M ini diskenariokan peruntukannya untuk apa saja ? karena dalam PROTAP COVID-19, ada aktivitas dasar yang harus dilakukan, yaitu Pencegahan dan Penanganan. Sehingga tolak ukur dari penggunaan anggaran ini adalah sudah sejauh mana Pemerintah Kota Bima melakukan skenario Pencegahan  seperti : 1) Penguatan Edukasi Masyarakat; 2) Penyediaan Fasilitas dan SDM dalam Pemeriksaan Keluar Masuk Utama Warga (Bandara, Pelabuhan, Terminal, Jalan Umum); 3) Penanganan ODP (Pemantauan Kesehatan, Penyediaan Karantina Khusus, Bantuan Sosial dan Biaya Hidup); 4) APD Masyarakat (Pekerja). Dalam Skenario Penanganan, apa saja yang sudah disiapkan Pemerintah, apakah Pemerintah sudah menyiapkan, seperti :  1) Fasilitas Kesehatan; 2) Insentif Tenaga Medis (RS Negara dan Swasta); 3) APD Tenaga Medis; 4) Fasilitas Karantina Tenaga Medis.

Perlu dipikirkan juga DAMPAK SOSIAL bagi : 1) Pasien Positif, PDP dan ODP; 2) Warga Miskin (Data BPS); 3) Pengangguran (Data Lama dan Baru); 4) Tenaga Informal; 5) Masyarakat Disabilitas; 6) Perempuan dan Kelompok Rentan; 7) dan lain-lain. Hal lain yang perlu dipikirkan juga adalah PEMULIHAN EKONOMI dengan melakukan penguatan : 1) Dukungan UMKM; dan 2) Dukungan Industri Kecil Menengah.

Pertanyaannya adalah apakah alokasi Anggaran 14 M tersebut cukup ? Pemerintah seharusnya sudah melakukan Proyeksi Alokasi dengan merujuk pada SK Bersama MENDAGRI & MENKEU untuk mencari sumber dana dengan melakukan :

  1. Rasionalisasi Belanja Pegawai (Penyesuaian), dengan melakukan : a) Pengurangan Tunjangan (di atas standar Kemkeu); b) Pengurangan Uang Lembur; c) Honorarium Kegiatan; d) Honorarium Pengelola Dana BOS.
  2. Realokasi Belanja barang dan Jasa (50 %) yang berasal dari : a) Perjalanan Dinas; b) 6 Program Rutin OPD; c) Sewa Gedung Kantor; d) Sewa Alat Berat; e) Jasa Konsultasi; f) Biaya Makan Minum; g) Uang untuk Pihak Ketiga; h) Belanja Pegawai Langsung; dan i) Sosialisasi, Workshop, Bimtek dan FGD.
  3. Realokasi Belanja Modal (50 %) yang berasal dari : a) Pengadaan Kendaraan Dinas/Operasional; b) Pengadaan Mesin dan Alat Berat; c) Pengadaan Tanah; d) Renovasi Gedung Kantor; e) Pembangunan Gedung Kantor; f) Pembangunan Infrastruktur lainnya.

Juga bisa Proyeksi Alokasi dengan merujuk pada PMK – MENKEU yang sumber dananya berasal dari :

  1. Transfer Umum (25 %) : a) DBH Pajak/Bukan Pajak dan DAU (untuk belanja infrastruktur); dan b) DBH Reboisasi di Provinsi dan Kabupaten/Kota.
  2. DAK Fisik Kesehatan (100 %).
  3. DAK Non Fisik Kesehatan (BOK Tambahan).

Seharusnya Dana Kelurahan juga sudah ditransfer ke tiap-tiap kelurahan sehingga pelaksanaan Pencegahan dan Penanganan COVID-19 bisa serempak juga dilaksanakan di tiap-tiap kelurahan. Karena akan menjadi sia-sia GUGUS TUGAS Pencegahan dan Penanganan COVID-19 tingkat Kelurahan yang sudah dibentuk. Secara informasi juga menjadi sangat penting karena Pemerintah Kelurahan dapat menjadi jembatan dari informasi satu pintu yang berasal dari HUMAS KOTA BIMA. Hal ini juga menjawab kegalauan Pemerintah Kota karena 50 % warga Kota Bima belum menyadari Bahaya Virus CORONA.

Penulis,

M. Qadafi, Program Coordinator SOLUD NTB.

Dedy Mawardi, Sekjend SOLUD NTB.

Dilematika Local Lockdown dan Local Physical Distancing (Stay at Home, Social Distancing, etc) di Kota Bima.

Posted in Advocacy, COVID-19, Health, Lepas, Living, Pendidikan, Physical Distancing, Sains, Seknas FITRA, Social Distancing, SOLUD NTB, Stay at Home, Uncategorized with tags , , , , , , , , , , , , , , , on 6 April 2020 by ompundaru

Foto1.jpg

Menurut @rosi_kompastv, Secara Informal, sesungguhnya Pemerintah Daerah sudah melakukan pembatasan Sosial Berkala Besar ini lebih awal. Keluarnya Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebetulnya hanya mempertegas dan memberi ruang kepada Pemerintah Daerah untuk mengeluarkan Peraturan Turunan, apakah Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati/Walikota halnya yang lebih teknis. Artinya apa, Pembatasan Sosial ini tetaplah memprioritaskan adanya Physical Distancing yang sebaik-baiknya keadaan adalah di Rumah. Apa sebab kami di Pelayanan Kesehatan keteteran saat ini, gerah, lesu, loyo ? Bagaimana caranya pemerintah saat ini seharusnya bisa meyakinkan kami agar kami tetap sehat, percaya diri, tenang jiwanya agar benar caranya (DR. Hemawan Sahputra, MARS., CICS., dalam Instagram, 2020).

#p

Foto2.jpg
rimetalkmetrotv, COVID-19 betul-betul mengkhawatirkan. Secara umum tenaga kesehatan sebenarnya optimal bekerja. Kalau ada 1.000 pasien positif, di lapangan boleh jadi ada 100.000 tenaga kesehatan. Dan kami sangat mengapresiasi perjuangan teman-teman di fasilitas kesehatan. @ikatandokterindonesia yang juga sejak awal memberikan opsi agar ada kebijakan powerfull yang diambil pemerintah. Sebab seberapapun kayanya negara, intinya adalah komitmen & keputusan pemerintah. Kita belajar dari kegagalan Eropa hari ini, sekaligus belajar dari Keberhasilan Korea Selatan. Bahkan Amerika Serikat dalam satu minggu meningkat puluhan ribu setelah pemeriksaan massif, negara maju sedemikian jebolnya. Kita tidak mau Indonesia belajar dari kegagalan mereka. Sehingga kami dari @iakmiofficial berkesimpulan memang perlu adanya karantina wilayah, walaupun secara bertahap dan atas keputusan Pemerintah Pusat, tentu dikoordinasikan dengan Pemerintah Daerah (DR. Hemawan Sahputra, MARS., CICS., dalam Instagram, 2020).

Foto3

Bagaimana dengan Kota Bima ? Berdasarkan Update Data COVID-19 per tanggal 04 April 2020 Humas Protokol Kota Bima, jumlah Orang Tanpa Gejala (OTG) adalah sebanyak 922 orang yang tersebar di Kecamatan Asakota sebanyak 187 orang, Kecamatan Mpunda sebanyak 277 orang, Kecamatan Rasanae Barat sebanyak 156 orang, Kecamatan Rasanae Timur sebanyak 101 orang dan Kecamatan Raba sebanyak 201 orang. Jumlah Orang Dalam Pemantauan (ODP) adalah sebanyak 55 orang yang tersebar di Kecamatan Asakota sebanyak 9 orang, Kecamatan Mpunda sebanyak 25 orang, Kecamatan Rasanae Barat sebanyak 9 orang, Kecamatan Rasanae Timur sebanyak 3 orang dan Kecamatan Raba sebanyak 9 orang. Sedangkan Pasien Dengan Pengawasan (PDP) sudah ada 1 orang yang berasal dari Kecamatan Mpunda. Sementara untuk orang yang Positif masih Nol. Apakah masih akan bertambah ? Apakah Orang yang Positif akan tetap di angka NOL ? Kemungkinan besar akan terus berubah ke arah penambahan dan bisa saja muncul orang yang Positif di Kota Bima dengan memperhatikan dan melihat Situasi dan Kondisi Kota Bima sekarang ini.

Fenomena ini menunjukan adanya Dilematika Local Lockdown dan Local Physical Distancing (Stay at Home, Social Distancing, etc) di Kota Bima. Satu sisi Pemerintah Kota Bima menerbitkan Surat Edaran No. 120 tahun 2020 tentang Pencegahan Penyebaran Virus CORONA (COVID-19) menindaklanjuti Himbauan Gubernur Nusa Tenggara barat tentang Pencegahan Penyebaran Virus CORONA (COVID-19) per Tanggal 16 Maret 2020. Dalam hal ini Surat Edaran tersebut hanya bersifat “menghimbau” sehingga berdasarkan situasi dan kondisi yang ada di Kota Bima meskipun sudah diberlakukan jam malam sampai dengan Jam 22.00, terlihat masih ada masyarakat yang berkumpul, masih ada masyarakat yang secara fisik bersosialisasi, masih ada masyarakat yang melakukan aktivitas untuk emmenuhi kebutuhannya sehari-hari dan sebagainya. Apakah harus dipersalahkan masyarakat yang melakukan hal ini ? Patut dipikirkan bahwa masyarakat perlu beraktivitas untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya sehari-hari. Juga perlu dipikirkan bahwa masyarakat perlu mencari biaya rutin untuk membayar tanggunga, tunggakan berupa Kredit Harian, Mingguan dan Bulanan. Hal paling penting yang harus dipikirkan oleh Pemerintah Kota adalah, mulai terjadinya arus mudik (pulang kampung) bagi : 1) Mahasiswa-mahasiswa yang sudah mulai masuk masa libur; 2) Para Santri yang pulang kampung untuk melakukan ibadah puasa di kampung halamannya masing-masing; dan 3) Para pekerja yang sudah dilakukan karantina mandiri di tempat kerjanya sehingga mengharuskan mereka pulang kampung.

Oleh karena itu, kami bersama Perkumpulan Solud NTB merekomendasikan kepada Pemerintah Kota Bima untuk :

  1. Meningkatkan semangat kerja bagi tenaga kesehatan, baik yang tergabung dalam Gugus Tugas Pencegahan dan Penangan COVID-19 dengan memberikan tambahan reward atau insentif dalam melaksanakan tugasnya.
  2. Meningkatkan Alat Pelindung Diri (APD) bagi tenaga-tenaga kesehatan dan relawan yang tergabung dalam Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan COVID-19.
  3. Memastikan ketersediaan dan akses yang mudah dan murah bagi masyarakat. Dalam kondisi ini jika di Kota Bima kekurangan Masker, maka perlu dilakukan pembuatan dan pengadaan secara mandiri dengan memberdayakan seluruh organisasi wanita dengan merangkul seluruh masyarakat perempuan sehingga diharapkan ada penghasilan tambahan bagi masyarakat yang seedang dialkukan karantina madiri.
  4. Membangun Hubungan dengan Para Pengusaha di Kota Bima untuk memastikan ketersediaan 9 Bahan Pokok yang bisa diakses dengan Mudah dan Murah bagi Masyarakat. Pemerintah juga perlu menjaga dan mengantisipasi adanya pengusaha-pengusaha yang “nakal” yang menaikan harga dalam situasi seperti ini.
  5. Memberikan kemudahan bagi masyarakat yang terikat pada tanggungan, kredit dan sebagainya sehingga diharapkan pelaksanaan Karantina Mandiri bisa terlaksana dengan baik.
  6. Menerbitkan Peraturan Turunan dari Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), bisa dalam bentuk Peraturan Walikota dan sebagainya. Sehingga diharapkan penertiban bagi masyarakat yang masih berkumpul dan sebagainya bisa lebih efektif.
  7. Melakukan realokasi APBD Kota Bima tahun 2020 dari beberapa anggaran yang dalam kondisi sekarang tidak mungkin bisa dilaksanakan, sehingga tersedia anggaran untuk Percepatan Pencegahan dan Penanganan COVID-19.

Foto4

Pada tanggal 30 Maret 2020, Solud NTB sudah menganalisa Potensi Anggaran yang dimiliki oleh Kota Bima yang bisa direalokasikan dalam rangka Pencegahan dan Penanganan COVID-19 di Kota Bima, karena jika kita menunggu dan mengharapkan bantuan Propinsi maupun Pusat, sangat tidak mungkin dilakukan. Hasil analisa budget Solud NTB, menemukan bahwa Potensi Anggaran yang bisa direalokasikan adalah sebesar 35,1 M yang berasal dari Anggaran Perjalanan Dinas Menurut Fungsi dengan perincian :

  1. Fungsi Pendidikan sebesar Rp. 1.292.101.592,-;
  2. Fungsi Perlindungan Sosial sebesar Rp. 1.206.093.425,-;
  3. Fungsi Perumahan dan Fasilitas Umum sebesar Rp. 1.290.000.000,-;
  4. Fungsi Ekonomi sebesar Rp. 3.109.726.550,-;
  5. Fungsi Kesehatan sebesar Rp. 1.214.752.800,-;
  6. Fungsi Ketertiban dan Keamanan sebesar Rp. 1.987.428.913,-;
  7. Fungsi Lingkungan Hidup sebesar Rp. 458.050.000,-;
  8. Fungsi Pariwisata dan Budaya sebesar Rp. 731.000.000,-; dan
  9. Fungsi Pelayanan Umum sebesar Rp. 23.852.862.055,-.

Total jumlah yang bisa direalokasikan dari Anggaran Perjalanan Dinas Menurut Fungsi adalah Rp. 35.142.015.355,- (Tiga Puluh Lima Milyar Seratus Empat Puluh Dua Juta Lima Belas Ribu Tiga Ratus Lima Puluh Lima Rupiah).

Rincian Perjalanan Dinas Menurut Fungsi Pelayanan Umum terdapat Alokasi Perjalanan Dinas Per OPD dengan rincian :

  1. BKD sebesar Rp. 1.034.006.400,-
  2. BPPKAD sebesar Rp. 1.888.261.200,-
  3. Kecamatan sebesar Rp. 1.146.065.100,-
  4. DKP sebesar Rp. 436.370.000,-
  5. DISKOMINFO sebesar Rp. 600.000.000,-
  6. DINAS STATISTIK sebesar Rp. 290.000.000,-
  7. INSPEKTORAT sebesar Rp. 1.519.235.000,-
  8. BAPPEDA sebesar Rp. 1.282.868.900,-
  9. SEKDA sebesar Rp. 5.613.817.455,-
  10. SEKWAN sebesar Rp. 10.042.238.000,-

Total Rincian Perjalanan Dinas Menurut Fungsi Pelayanan Umum terdapat Alokasi Perjalanan Dinas Per OPD adalah Rp. Rp. 23.852.862.055,- (Dua Puluh Tiga Milyar Delapan Ratus Lima Puluh Dua Juta Delapan Ratus Enam Puluh Dua Ribu Lima Puluh Lima Rupiah).

Dengan tersedianya Alokasi Anggaran yang sudah direalokasikan tersebut perlu dilakukan pembiayaan untuk langkah-langkah sebagai berikut :

  1. Membangun Koordinasi yang SOLID di Tingkat Lembaga Daerah dalam rangka kesiapan menghadapi Wabah COVID-19.
  2. Menyiapkan PROTAP Ansisipasi dan Penanganan COVID-19.
  3. Sosialisasi dan Edukasi Masif tentang COVID-19 pada masyarakat secara terus menerus selama Pandemi Berlangsung.
  4. Membentuk Agen Layanan dan Informasi COVID-19 di setiap Kelurahan.
  5. Menyiapkan Sumber Daya Tenaga Medis Baik secara Kualitatif maupun secara Kuantitatif.
  6. Menyiapkan Fasilitas Penangan Korban COVID-19(Sarana dan Prasarana Medis serta pendukung lainnya) sesuai dengan Hasil Assessment Potensi Wabah Secara Lokal Maupun Pengalaman Daerah lain yang sebelumnya sudah/sedang menghadapi Pandemi COVID-19.
  7. Melakukan Pengawasan ketat terhadap proses pelaksanaan PROTAP Antisipasi dan Penanganan COVID-19.
  8. Melakukan Layanan Pencegahan Pandemi dengan upaya Sterilisasi Lingkungan (Desinfektanisasi).
  9. Menyiapkan Dana Taktis sebagai Antisipasi Menghadapi Situasi terburuk yang mengharuskan diberlakukannya “Lock Down”.

Kota Bima, 06 April 2020

Perkumpulan SOLUD NTB

M. Qadafi, Program Coordinator

Dedi Mawardy, Sekjend.

Refleksi 5 Tahun UU Desa: Urgensi Penyederhanaan Pelaksanaan UU Desa

Posted in Advocacy, Community, Desa, Kebudayaan, Lepas, Living, Pendidikan, Sains, Uncategorized with tags , , , , , , , , on 4 Maret 2020 by ompundaru

Foto2Selama pelaksanaan Undang-Undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa (UU Desa), banyak desa yang telah hadir sebagai subyek yang berdaulat dalam mengurus dan mengatur kepentingannya sendiri. Meski demikian, pelaksanaan UU Desa masih menghadapi berbagai masalah serius. Diantaranya adalah banyaknya regulasi teknis yang tumpang tindih, tidak selaras, bahkan bertentangan dengan UU Desa, koordinasi kementerian/ lembaga yang masih lemah, dan kurang optimalnya peran pembinaan serta pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada desa¹.

Dari sekian masalah yang ada tersebut, kami memandang persoalan mendasar yang mendesak untuk segera diselesaikan adalah segera dilakukannya penyederhanaan pelaksanaan UU Desa. Langkah strategis dan taktisnya adalah mengkonsolidasikan dua Peraturan Pemerintah (PP) yang ada dan semua peraturan teknis turunannnya. Kedua PP tersebut adalah PP No. 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, sebagaimana telah diubah terakhir menjadi PP No. 11 Tahun 2019 (PP No.43 Tahun 2014) dan PP No. 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sebagaimana telah diubah terakhir menjadi PP No. 8 Tahun 2016 (PP No. 60 Tahun 2014).

Mengapa kedua PP tersebut mendesak untuk dikonsolidasikan menjadi satu PP dan mempertimbangkan pengurangan jumlah peraturan teknis (Peraturan Menteri, Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah) turunannya? Karena sebagai landasan utama pelaksanaan UU Desa, kedua PP tersebut :

  1. Telah mereduksi desa sekedar menjadi pemerintahan desa. Dalam PP No. 43 Tahun 2014 jelas termuat tentang hirarkhi kekuasaan pemerintahan desa yang berada di bawah camat, bupati/walikota, dan gubernur;
  2. Telah mendistorsi asas utama UU Desa, yaitu asas rekognisi dan subsidiaritas. Dalam Pasal 21 PP No. 60 Tahun 2014 kedua asas utama tersebut didistorsi dengan memerintahkan Menteri Desa untuk menetapkan kebijakan prioritas penggunaan dana desa setiap tahun anggaran. Asas rekognisi dan subsidiaritas pada dasarnya mengamanatkan desa memiliki otoritas untuk menjalankan kewenangan berdasarkan hak asal usul yang di dalamnya mengandung kearifan lokal. Sedangkan tugas pemerintah supra desa lebih banyak mendukung, memfasilitasi, dan memastikan hal apa yang menjadi otoritas desa bekerja dengan baik melalui peran pembinaan dan pengawasan. Keberadaan PP No. 60 Tahun 2014 sekarang ini membuat otoritas Kemendesa PDTT, K/L lainnya dan Pemda menjadi semakin kuat, sementara desa menjadi semakin lemah.
  3. Masih menempatkan desa sebagai obyek pembangunan. Adanya kedua PP yang sekarang ini, justeru memungkinkan bagi K/L dan Pemda masih mengalokasi anggaran program/kegiatan, bahkan melaksanakan langsung program/kegiatan berskala desa. Padahal, mandat UU Desa jelas-jelas dan secara nyata telah memberikan mandat kewenangan pembangunan kepada desa, sehingga desa tidak lagi semata-mata sebagai obyek dan lokus pembangunan, melainkan sebagai arena dan subyek pembangunan.
  4. Telah mereduksi hak keuangan desa menjadi keuangan negara. Dalam pasal 72 UU Desa disebutkan, bahwa Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) merupakan konsekuensi dari penggunaan asas rekognisi dan subsidiaritas yang dipakai sebagai landasan pengaturan UU Desa. Dalam pasal tersebut disebutkan adanya tujuh sumber pendapatan desa diantaranya adalah anggaran yang bersumber dari APBN (Dana Desa) dan yang bersumber dari APBD (Alokasi Dana Desa). Jika merujuk pada UU Desa, kesemua sumber pendapatkan tersebut menjadi hak dan kewajiban desa. Sementara itu, PP No. 60 Tahun 2014 justru lebih cenderung mereduksi hak desa tersebut menjadi keuangan negara.

Foto1Akibat dari permasalahan yang ditemukan pada kedua PP tersebut, pelaksanaan UU Desa di lapangan sejauh ini menghadapi beberapa kendala dan tantangan berikut ini.

Pertama, hak desa untuk menentukan kewenangan yang bisa dijalankan menjadi terbatasi. Hal ini terjadi karena otoritas untuk menentukan kewenangan yang mampu dijalankan oleh desa ditentukan oleh Kemendagri dan pemerintah daerah kabupaten/kota. Artinya, tidak banyak tersisa ruang bagi desa untuk melaksanakan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa, yang mestinya hal itu diatur dan diurus oleh desa.

Kedua, adanya fragmentasi penatausahaan dan pelaporan keuangan desa. Hal ini mengakibatkan beban administrasi bagi pemerintah desa terlalu besar, karena PP 60 Tahun 2014 menuntut pelaporan Dana Desa tersendiri² dari desa melalui aplikasi OMSPAN. Di sisi lain, penatausahaan dan pelaporan yang rumit membuat pemerintah desa lebih sibuk membuat laporan penggunaan keuangan kepada pemerintah supra desa ketimbang membangun akuntabilitas sosial, mengembangkan demokrasi, dan pemberdayaan masyarakat.

Ketiga, hak desa untuk menggunakan anggaran yang dimiliki menjadi terbatas. Hal ini terjadi karena prioritas penggunaan dana desa ditetapkan secara top-down tanpa mempertimbangkan kebutuhan dan kondisi masing-masing desa yang sangat bervariasi. Hal ini membuat RPJMDesa akhirnya menjadi dokumen formalitas belaka, tidak responsif kondisi yang ada di desa. Akibat lainnya, kebutuhan kelompok masyarakat miskin dan marginal tidak bisa diutamakan karena dikalahkan oleh kepentingan ‘sebagian besar’ masyarakat.

Keempat, menipisnya praktik akuntabilitas sosial dalam program/kegiatan desa. Hal ini terjadi karena aspirasi warga masyarakat yang sudah diserap oleh pemerintah desa (akuntabilitas sosial), seringkali dikalahkan oleh “intervensi” kepentingan pemerintah supra desa. Intervensinya dalam bentuk berbagai program titipan yang pembiayaannya dibebankan pada APBDesa, atau oleh interpretasi yang kurang tepat dari peraturan-peraturan yang ada oleh staf Pemda;

Kelima, desa tidak bisa mengelola aset secara optimal. Karena ‘kekayaan’ asli desa dapat berupa tanah, hutan, sumber air milik klan/marga/ulayat yang tidak bersertifikat³ namun secara tradisional diakui dan diketahui masyarakat; dan

Keenam, kontradiksi mandat pembinaan dan pengawasan ke desa. UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah tidak memberikan peran bagi Pemerintah Daerah Provinsi di dalam urusan pembinaan administrasi Pemerintahan desa. Hal ini tidak sejalan dengan ketentuan pasal 112 dan pasal 114 UU Desa, dimana Pemerintah Daerah Provinsi bertugas membina Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam membina dan mengawasi penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

Sejalan dengan arahan Presiden untuk RPJMN 2020 – 2024 : “Pencapaian Visi 2045 melalui transformasi ekonomi yang didukung oleh hilirisasi industri dengan memanfaatkan sumber daya manusia, infrastruktur, penyederhanaan regulasi, dan reformasi birokrasi”, kami mendesak dan menuntut kepada pemerintah untuk segera melakukan penyederhanaan pelaksanaan UU Desa, dimulai dengan penyatuan dua PP tersebut di atas.

———-

¹Permasalahan tersebut disimpulkan dari hasil riset yang dilakukan Institute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta di Kabupaten Serdang Bedagai, Bantul, dan Pasangkayu; Hasil Studi Longitudinal Pemantauan Pelaksanaan UU Desa (Oktober 2015 – April 2018) yang dilakukan Smeru Research Institute; dan terakhir Policy Brief yang diterbitkan Bank Dunia dan KOMPAK pada Oktober 2019, “Peningkatan Koordinasi Pelaksanaan UU Desa”.

²Sesuai Permenkeu tentang Pengelolaan Dana desa yang terakhir yaitu No 205/2019.

³Permendagri No 1/2016 Tentang Pengelolaan Aset Desa, Pasal 6 (1) Aset desa yang berupa tanah disertifikatkan atas nama Pemerintah Desa.

 


Narasumber :

Misbah Hasan (Sekjen FITRA)

Badiul Hadi (Manager Riset FITRA)

Sunaji Zamroni (Pemerhati Desa)


” LADANG AMAL BAGI YANG MENYADARI: KOIN UNTUK MASJID BABURRAHMAN DUSUN NANGA NI’U DESA KARAMPI “

Posted in Destination Alternative, History, Kebudayaan, Lepas, Living, Pendidikan, Uncategorized with tags , , , , , on 16 Oktober 2014 by ompundaru

Di Tulis oleh Rangga Babuju

Komunitas BABUJU Bersama Mas Ady Supriadin dan Mas Yudha Hendrawan, Kembali mengetuk Hati para Dermawan, Saudara Sesama Muslim, untuk bahu membahu mengais ‘Ladang Amal’ guna RENOVASI / REHAB MASJID BABURRAHMAN Dusun Nanga Ni’u Desa Karampi, Kecamatan Langgudu Kabupaten Bima…

=============
Masjid BABUGambar 1RRAHMAN Dusun Nanga Ni’u, Desa Karampi Kecamatan Langgudu Kabupaten Bima. Didirikan pada tahun 1967 melalui swadaya masyarakat dan didirikan selama dua tahun. Masjid ini merupakan satu-satunya Masjid di dusun tersebut. Sejak tahun 1967 hingga saat ini, belum pernah sekalipun mendapat bantuan Rehab, Renovasi atau sejenisnya dari Pemerintah Daerah.

Tiang masjid sudah keropos, atap demikian pula, juga dinding-dindingnya, Tetapi warga Dusun Nanga Ni’u sekitar 300 KK tetap menggunakan Masjid ini untuk Sholat Jumat. Tidak ada Pengeras Suara, lantainya pun langsung tanah. Di Dusun ini, Listrik adalah teknologi langka, disaat perkotaan dan pusat Kabupaten BGambar 3ima sedang bersolek dengan seabrek modernitas lainnya. Disaat Warga Kabupaten Bima lainnya mengeluh hanya karena panas terik matahari 38 derajat, disaat warga Bima lainnya mengeluh hanya karena listrik padam 1 jam.

Untuk menuju Dusun Nanga Ni’u, kita harus menyebrang dari Dermaga Waworada menuju Karampi menggunakan Speedboat sekitar 30 – 40 menit atau menggunakan angkutan transportasi massal yang dikenal dengan Monto (Motor Boat) sekitar 2 – 3 Jam, untuk kesana kita harus merogok kocek sekitar Rp. 10 – 20 ribu per penumpang.

Warga disana juga ingin seperti kita disini yang memakan nasi Gambar 2hingga membuang-buangnya, warga disana ingin seperti kita disini yang menonton TV hingga tertidur pulas, mereka juga ingin seperti kita mengetahui dunia di luar sana seperti apa.

MEREKA HIDUP TANPA PERHATIAN DISAAT KITA MENGELUH KURANG PERHATIAN DITENGAH KEFOYAAN YANG KITA MILIKI….

MEREKA HIDUP TANPA ADA YANG PEDULI, APA ADANYA, DISAAT KITA BER-GLAMOUR DENGAN KEMEWAHAN DUNIA MELUPAKAN KESENGSARAAN SAUDARA DAN TAK MAU TAHU DENGAN PENDERITAAN ORANG LAIN….!!

DOA MEREKA YANG TERANIYAYAH DAN TERDZHOLIMI DI SEBERANG SANA BEGITU AMPUH UNTUK KITA DISINI YANG TERTAWA MENYAMBUT PENDERITAAN KITA SENDIRI HANYA KARENA KITA KURANG PEDULI DENGAN MEREKA…..!!! Itu Janji Tuhan bila Mereka & Tuhan Murka…..!!
================

Untuk Bantuan Peduli Masjid Baburrahman Dusun Nanga Ni’u, bisa menghubungi Relawan Kemanusiaan BABUJU (Fais Rakateza Babuju : 082340494790) atau mas Ady dan Mas Yudha yang disebutkan Diatas. Terima kasih.

It is true….? Isn’t it?..

Posted in Lepas, Living with tags , , , , , , on 22 Agustus 2014 by ompundaru

MAU DAPAT UANG Rp. 3,000,000,- Perhari tanpa modal sepeserpun..???

Iseng-iseng dapat duit nih yang suka online, bisa buat income hingga Rp. 3,000,000,- atau lebih dalam sehari tanpa modal. Cuma waktu 3 menit aja after baca ini. Saya mau berbagi program dari US yang bisa buat duit sampingan. Free register tanpa dikenakan biaya. Tiada modus penipuan (kalau anda rasa program ini bohong anda ga rugi apa-apa, anda toh ga keluar modal/duit sepeser pun). Syarat mudah, hanya punya BBM, FB or WeChat, Whatsapp or apapun juga dan suka online. Anda hanya perlu Open Link dibawah dan register sebagai member. Sesudah register anda langsung dapat US $ 25 x 10.000,- = Rp. 250,000,-. Kemudian anda dapat Link anda sendiri. Seperti saya di bawah ini. Anda copy Link anda sendiri dan paste di FB, twitter, chat dan sebagainya. Setiap orang yang buka Link anda dan register anda akan menerima upah sebanyak $10 x Rp. 10.000,- = Rp. 100.000,-. Mudah bukan?? Perusahaan ini membayar kita sebagai pengiklan untuk meningkatkan traffic situs WEB nya setiap hari. Pencairan duit anda bisa pilih duitnya mau ditransfer ke rekening bank atau cek akan diposkan langsung ke alamat rumah anda, jadi tunggu apalagi..? Register sekarang dan klik web dibawah ini :

http://WeeklyYouthPay.com/?ref=236717

Orang Bima Merusak Nama Orang…?

Posted in Kebudayaan, Lepas with tags , , , , on 22 Januari 2013 by ompundaru

Itu kata salah seorang kenalan saya yang kebetulan pernah tinggal di Bima, dia pertanyakan kenapa orang Bima merubah nama orang (nama panggilan untuk orang yang lebih tua) misalnya :

Haris menjadi Heros
Abidin menjadi Bedo
Buyung menjadi ….??? (orang Bima jadi bingung dengan nama ini..)
Hersan menjadi Sao ato Se’o
Nasipinu menjadi Neo ato Penu ???
Mila menjadi Male
Muhtar menjadi Teo
Pandu menjadi Deo
Roni menjadi Neo
Sabaruddin menjadi Sebo
Umar menjadi Emo
Wahyudin menjadi Deo
Zainuddin menjadi Deo ato Zen ?
Bram Menjadi Rao… (ahh jelek..)

Saya tidak bisa menjawab dengan baik, saya hanya bilang “memang begitu cara orang Bima menghormati yang lebih tua”.
Kenapa ya…?

Pengungsi Merapi Terserang Gangguan Pernafasan | Voice of Human Rights News Center

Posted in Health, Lepas, Living with tags , , , , , , , , , , , , , , on 28 Oktober 2010 by ompundaru

Pengungsi Merapi Terserang Gangguan Pernafasan | Voice of Human Rights News Center.

Iklan Susu Formula untuk Bayi Dibawah Dua Tahun Bakal Dilarang

Posted in Health, Lepas, Living with tags , , , , , , , , , , , , , , on 27 Oktober 2010 by ompundaru

Iklan Susu Formula untuk Bayi Dibawah Dua Tahun Bakal Dilarang.